Sabtu, 02 Mei 2020

Gelombang PHK di Tengah Pandemi Covid-19

Hari Buruh Internasional atau May Day memang memiliki daya tarik tersendiri bagi serikat buruh dan pekerja di seluruh Dunia. Peringatan ini selalu menjadi momentum untuk menyuarakan peningkatan kualitas kerja dan kesejahteraan buruh.
Pada 1 Mei 1886, sekitar 400 ribu buruh di Amerika Serikat turun ke jalan mengadakan demonstrasi besar-besaran menuntut pengurangan jam kerja dari 20 jam menjadi 8 jam sehari. Para Buruh menuntut kesejahteraan seperti kenaikan upah, subsidi dari pemerintah atas beberapa kebutuhan dasar, dan status pekerja tetap.
Perjuangan mereka terus berlanjut hingga 4 Mei 1886, ketika polisi AS menembaki para demonstran yang membuat ratusan orang tewas di Lapangan Haymarket. Mengenang peristiwa tersebut, diadakanlah Socialist International Congress di Paris pada 1 Mei 1889 dan menetapkannya sebagai Hari Buruh Internasional. Peringatan itu sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan buruh yang tewas dalam aksi itu.
Ditengah pandemi Covid-19 yang mewabah, buruh-buruh di Indonesia masih tetap memperjuangkan nasib mereka mengenai hak-hak yang belum terpenuhi. Pada mayday 2020 ini, akan lebih berat dibandingkan tahun sebelumnya.
Mereka harus berjuang untuk menyetop lajunya arus gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan oleh menurunnya produktivitas kerja di banyak perusahaan. Lalu, dengan pemberlakukan Pembatasan Sosisal Berskala Besar (PSBB) yang secara ekonomi menurunkan daya beli masyarakat.
Tak Ada Demo
Dikutip dari cnbcindoesia, buruh akan melaksanakan Mayday dengan bersuara di media sosial serta lewat virtual. Tuntutan yang akan dilayangkan yaitu penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, PHK di tengah pandemi corona serta meminta agar pengusaha tidak menghapus upah dan Tunjangan Hari Raya (THR) lebaran walaupun dimasa sulit ini.
Terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan. Namun dalam peringatan Mayday ini KSPI tetap menyuarakan penolakan omnibus law. Langkah berikutnya, adalah pihaknya memohon presiden men-dropklaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar